Hipertensi atau dikenal umum sebagai darah tinggi menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia karena jumlahnya yang terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 didapatkan bahwa penderita hipertensi pada penduduk berusia diatas 18 tahun mencapai angka 34,11% dari seluruh penduduk Indonesia. Masih banyak penderita hipertensi yang belum mendapat pengobatan, yang telah mendapat terapi tetapi target tekanan darah belum tercapai, atau memiliki penyakit penyerta dan komplikasi mengakibatkan angka kesakitan dan angka kematian penderita hipertensi di Indonesia semakin tinggi. Keluhan hipertensi bervariasi antara lain sakit atau nyeri kepala, gelisah, jantung berdebar-debar, pusing, leher kaku, penglihatan kabur dan rasa sakit di dada, tidak nyaman kepala, dan mudah lelah.

Ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor risiko hipertensi yang tidak dapat diubah yaitu umur, jenis kelamin dan riwayat hipertensi dan penyakit jantung dalam keluarga. Faktor risiko yang dapat diubah yaitu riwayat pola makan (konsumsi garam berlebihan), konsumsi alkohol berlebihan, aktivitas fisik kurang, kebiasaan merokok, obesitas, dislipidemia, diabetus mellitus dan psikososial dan stress. Pada penderita hipertensi, pasien tampak sehat, dapat terlihat sakit ringan-berat bila terjadi komplikasi hipertensi ke organ lain. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien hipertensi yaitu pembengkakan jantung, gangguan fungsi ginjal, penyempitan pembuluh darah, gangguan penglihatan, stroke dan gangguan jantung, misalnya serangan jantung serta gagal jantung.

Peningkatan tekanan darah dapat dikontrol dengan perubahan gaya hidup dan pemberian obat. Dengan perubahan gaya hidup dan terapi farmakologis diharapkan tekanan darah penderita hipertensi <140/90mmHg atau <130/80 pada pasien DM, penyakit ginjal kronis dan penyakit tertentu.

Pada pasien hipertensi perlu diedukasi tentang cara minum obat di rumah, perbedaan antara obat-obatan yang harus diminum untuk jangka panjang (untuk mengontrol tekanan darah) dan pemakaian jangka pendek untuk menghilangkan gejala, dosis yang digunakan untuk tiap obat dan berapa kali minum sehari. Pemberian obat anti hipertensi merupakan pengobatan jangka panjang. Kontrol pengobatan dilakukan setiap 2 minggu atau 1 bulan untuk mengoptimalkan hasil pengobatan. Selain itu penting untuk menjaga kecukupan pasokan obat-obatan dan minum obat teratur seperti yang disarankan meskipun tak ada gejala. Pemilihan obat anti hipertensi didasarkan ada tidaknya kontraindikasi dari masing-masing antihipertensi diatas sehingga perlu dikonsulkan ke dokter sebelum menggunakan obat antihipertensi. Bila target tidak tercapai maka dilakukan peningkatan dosis atau ditambahkan obat lain sampai target tekanan darah tercapai.

Kementerian Kesehatan mengajak masyarakat untuk turut berpartisipasi dan mendukung upaya pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan menerapkan perilaku CERDIK yang merupakan kepanjangan dari Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet sehat dan seimbang, Istirahat cukup dan Kelola stress.

Diasuh oleh:

Veronica Shinta Setiadi, dr. (Dokter RSGM Maranatha)

Sumber Pustaka:

Ikatan Dokter Indonesia. 2017, Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Edisi I Tahun 2017.

Kementerian Kesehatan RI. (2021). Info Data dan Informasi: Hipertensi. < https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-hipertensi-si-pembunuh-senyap.pdf > [17 Mei 2021]

Write a comment:

*

Your email address will not be published.